Pada tulisan ini, akan dibahas tentang demokrasi menurut tinjauan filsafat. Berangkat dari logika berfikir filsafat yang berakar dari pemikiran ontolgi, epsitemologi dan aksiologi.
Berbicara tentang demokrasi tidak lepas dari pencetus demokrasi yaitu Socrates. Walaupun kenyataannya Socrates menentang demokrasi yang saat itu diterapkan di negaranya. Bahkan Socrates harus membayar mahal dengan kehilangan nyawanya setelah menentang pelaksanaan demokrasi di negaranya. Saat itu Socrates beranggapan bahwa yang layak untuk menjadi pemimpin adalah orang-orang yang bijak, cendekia, arif yang notabene adalah para filosuf itu sendiri.
Demokraasi itu adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Maka menurut ontologinya rakyatlah yang harus berkuasa. Berkuasanya rakyat dipilih karena kebaikannya, kecerdasannya, kejujurannya, kekuatan moralnya, dan kompetensi-kompetensi lain yang seharusnya dimiliki. Sehingga ketika ia melakukan tugasnya mampu membawa amanat rakyat yang memilihnya. Setelah itu wakil rakyat harus bekerja untuk mewujudkan cita-cita rakyat agar rakyat yaitu tercapainya kesejahteraan hidup. Wakil rakyat harus terbebas dari aksidensia. Aksidensia adalah segala sesuatu yang menghalangi nilai-nilai normatif. Bentuk aksidensia tersebut antara lain adanya kepentingan-kepentingan tertentu yang menghalangi jalannya tugas. Kepentingan-kepentingan yang berasal dari keluarga, kelompok, atau parpolnya harus dapat dikalahkan ketika berhadapan dengan kepentingan rakyat banyak.
Demokrasi, Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat : Mengapa Kekuatan Rakyat Sering Diabaikan....
Jumat, 26 November 2010
Diposting oleh
Imam Sujarwanto
di
18.14
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar